Tentang PAUD/sederajat
Rasional
Capaian Pembelajaran PAUD atau disebut juga fase fondasi disusun dengan mempertimbangkan beberapa rasional:
Pertama, Capaian Pembelajaran mencerminkan nilai karakter yang tertuang di dalam profil pelajar Pancasila, serta kompetensi yang tertuang di dalam Standar Kompetensi Lulusan untuk Anak Usia Dini (atau Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak – STPPA), yang merupakan landasan atau fondasi sebelum membangun kemampuan yang lebih kompleks pada jenjang pendidikan selanjutnya. Selaras dengan profil pelajar Pancasila dan STPPA, rumusan Capaian Pembelajaran dibuat fleksibel untuk memberikan lebih banyak ruang kemerdekaan bagi satuan PAUD dalam merancang tujuan pembelajaran yang mencerminkan visi dan misinya. Beragam keadaan sosial, budaya, ekonomi, dan sumber daya masyarakat Indonesia adalah sinyal bahwa penjabaran mengenai apa yang perlu dipelajari di satuan PAUD harus tetap menyediakan ruang kemerdekaan bagi satuan pendidikan dan ekosistemnya dalam menentukan bagaimana mereka akan menggunakan semua potensi yang dimiliki untuk mencapai Capaian Pembelajaran.
Kedua, Capaian Pembelajaran dirumuskan sebagai suatu nilai dan kompetensi untuk dicapai pada akhir partisipasi anak di satuan PAUD, dan karenanya tidak perlu dikunci menjadi capaian per usia. Rancangan ini didasarkan pada pendekatan konstruktivistik yang memposisikan peserta didik sebagai individu yang aktif mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, yang dipengaruhi oleh perbedaan pengalaman, latar belakang, dan lingkungan, sehingga menyebabkan variasi dalam proses belajar. Artinya, rancangan ini berpijak pada kepercayaan bahwa laju perkembangan anak beragam, sehingga Capaian Pembelajaran tidak dapat disekat-sekat berdasarkan rentang usia.
Ketiga, Capaian Pembelajaran fase fondasi juga mempertimbangkan kemampuan yang perlu dimiliki anak untuk memudahkan transisinya dari PAUD ke SD. Kemampuan tersebut merupakan kemampuan fondasi, yang terdiri dari:
- mengenal nilai agama dan budi pekerti;
- kematangan emosi untuk berkegiatan di lingkungan belajar;
- keterampilan sosial dan bahasa yang memadai untuk berinteraksi sehat dengan teman sebaya dan individu lainnya;
- pemaknaan terhadap belajar yang positif;
- pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk dapat berpartisipasi di lingkungan sekolah secara mandiri;
kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar, seperti dasar literasi, numerasi, serta pemahaman dasar mengenai bagaimana cara dunia bekerja.
Kemampuan fondasional ini juga merupakan kemampuan yang dipercaya membantu anak usia dini memiliki kesiapan bersekolah. Kesiapan bersekolah tidak harus dicapai sebelum anak masuk ke jenjang pendidikan dasar, melainkan dapat terus dibangun bertahap mulai dari lingkup pembelajaran fase fondasi di PAUD hingga akhir fase A. Cara pandang ini lebih sesuai untuk konteks Indonesia di mana tidak semua anak pernah berpartisipasi di PAUD. Artinya, setiap anak berhak mendapatkan pembinaan kemampuan fondasional, walaupun titik berangkatnya ada yang dimulai sejak PAUD, maupun yang baru dibangun saat duduk di jenjang pendidikan dasar. Cara pandang ini juga menghargai keragaman anak dalam berproses. Landasan teori dari penyusunan kemampuan fondasional yang dibangun mulai dari Capaian Pembelajaran Fase Fondasi hingga Capaian Pembelajaran Fase A dalam satu lajur pembelajaran, berpijak pada konsensus internasional yang memaknai periode anak usia dini adalah usia 0-8 tahun (UNESCO; Shonkoff et al., 2016). Konsekuensi dari hal ini adalah, kegiatan pembelajaran di satuan PAUD dan pendidikan dasar di fase A perlu dijaga kesinambungan dan keselarasannya karena menyasar target peserta didik yang sama.
Penyusunan kemampuan fondasional sebagai dasar rumusan Capaian Pembelajaran di PAUD hingga SD fase A, juga bermaksud untuk menghilangkan miskonsepsi bahwa kemampuan calistung (membaca-menulis-berhitung) adalah satu-satunya bukti keberhasilan belajar pada anak usia dini dan dapat dibangun secara instan. Literasi tidak sebatas pada keaksaraan yang berujung pada baca dan tulis saja. Pada kemampuan literasi, aspek kemampuan yang perlu dibangun juga meliputi kemampuan bertutur, pengetahuan latar, perbendaharaan kosakata, kesadaran fonemik, dan kesadaran cetak (Stewart, 2014 dalam Pusat Perbukuan, 2023).
Kemampuan fondasi yang perlu dibangun pada anak usia dini juga bukan hanya kemampuan literasi dan numerasi. Ada ragam kemampuan fondasi yang perlu dimiliki anak usia dini agar dapat berkembang secara utuh, antara lain kemampuan mengelola emosi, kemandirian, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan berbahasa, dan utamanya pemaknaan terhadap belajar yang positif (BSKAP, 2023). Kemampuan fondasi ini juga selaras dengan Peraturan Presiden No. 60 tahun 2013 tentang PAUDHI. Dengan membangun kemampuan fondasi ini secara utuh melalui Capaian Pembelajaran Fase Fondasi dan kemudian dilanjutkan melalui Capaian Pembelajaran Fase A, anak akan memiliki bekal untuk menjadi pelajar sepanjang hayat dan dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Dalam penyusunan Capaian Pembelajaran, dirumuskan elemen-elemen atau domain yang membentuk kemampuan yang penting dibangun pada anak usia dini. Elemen-elemen ini dirumuskan berdasarkan pertimbangan aspek perkembangan anak yang mencakup (1) nilai agama dan moral, (2) nilai Pancasila, (3) fisik motorik, (4) kognitif, (5) bahasa, dan (6) sosial emosional, STPPA, profil pelajar Pancasila, serta berbagai referensi literatur.
Karakteristik Pembelajaran
1. Karakteristik Lingkup Capaian Pembelajaran
Karakteristik lingkup Capaian Pembelajaran Fase Fondasi berbeda dengan karakteristik lingkup Capaian Pembelajaran untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Lingkup Capaian Pembelajaran Fase Fondasi berisikan sejumlah kompetensi yang dapat diibaratkan serupa dengan sejumlah mata pelajaran yang ada pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Capaian Pembelajaran bagi anak usia dini perlu membangun enam aspek perkembangan berikut: nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, sosial emosional, bahasa, dan nilai Pancasila. Keenam aspek ini kemudian dirumuskan menjadi tiga elemen di dalam Capaian Pembelajaran Fase Fondasi yang dirumuskan secara terintegrasi.
2. Karakteristik Pembelajaran PAUD
Pendidik perlu memahami dan menerapkan karakteristik pembelajaran yang perlu terjadi agar tujuan Capaian Pembelajaran Fase Fondasi tercapai. Karakteristik pembelajaran sebagai berikut.
- Interaksi dengan anak yang mencerminkan rasa menghargai dan menghormati anak.
- Kegiatan pembelajaran dirancang untuk mendorong rasa ingin tahu anak dan memberikan pengalaman yang menyenangkan agar tercapainya tujuan pembelajaran.
- Perancangan kegiatan pembelajaran memperhatikan laju perkembangan, minat, dan kebutuhan anak yang berbeda.
- Penyusunan tujuan pembelajaran mampu memunculkan tantangan bagi anak.
- Pencapaian tujuan pembelajaran dilakukan dengan pemberian bimbingan dan dukungan pada anak.
- Pencapaian tujuan pembelajaran dilakukan melalui kemitraan dengan keluarga.
- Pemanfaatan lingkungan dan teknologi sebagai sumber belajar.
- Pelaksanaan asesmen selalu bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran selanjutnya.
Penerapan asesmen dilakukan dengan cara autentik (mengamati perilaku/kemampuan anak secara alami dan apa adanya yang ditampilkan anak), sehingga lebih adil dalam mendokumentasikan perilaku dan kemampuan yang teramati.
Capaian Pembelajaran
Nilai Agama dan Budi Pekerti
Anak mengenal konsep Tuhan Yang Maha Esa, mengenal kebiasaan praktik ibadah agama atau kepercayaannya, menghargai diri, sesama manusia, dan alam sebagai bentuk syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Subelemen di dalam Elemen Nilai Agama dan Budi Pekerti adalah sebagai berikut.
- anak percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, mulai mengenal dan mempraktikkan ajaran pokok sesuai dengan agama dan kepercayaannya;
- anak berpartisipasi aktif dalam menjaga kebersihan, kesehatan, dan keselamatan diri sebagai bentuk rasa sayang terhadap dirinya dan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa;
- anak menghargai sesama manusia dengan berbagai perbedaannya dan mempraktikkan perilaku baik dan berakhlak mulia; dan
anak menghargai alam dengan cara merawatnya dan menunjukkan rasa sayang terhadap makhluk hidup yang merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Jati Diri
Anak mengenali identitas diri, mampu menggunakan fungsi gerak, memiliki kematangan emosi dan sosial untuk berkegiatan di lingkungan belajar.
Subelemen di dalam Elemen Jati Diri adalah sebagai berikut.
- anak mengenali, mengekspresikan, dan mengelola emosi diri, serta membangun hubungan sosial secara sehat;
- anak memahami identitas dirinya yang terbentuk oleh ragam minat, kebutuhan, karakteristik gender, agama, dan sosial budaya;
- anak mengenal dan memiliki perilaku positif terhadap identitas dan perannya sebagai bagian dari keluarga, sekolah, masyarakat, dan anak Indonesia sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, aturan, dan norma yang berlaku; dan
- anak menggunakan fungsi gerak (motorik kasar, halus, dan taktil) untuk mengeksplorasi dan memanipulasi berbagai objek dan lingkungan sekitar sebagai bentuk pengembangan diri.
Dasar-dasar Literasi, Matematika, Sains, Teknologi, Rekayasa, dan Seni
Anak memiliki kemampuan literasi dasar, matematika dasar, dan sains, mampu memanfaatkan teknologi dan rekayasa sederhana, serta menciptakan dan mengapresiasi karya seni.
Subelemen di dalam Elemen Dasar-dasar Literasi, Matematika, Sains, Teknologi, Rekayasa, dan Seni adalah sebagai berikut.
- anak mengenali dan memahami berbagai informasi, mengomunikasikan perasaan dan pikiran secara lisan, tulisan, atau menggunakan berbagai media serta membangun percakapan;
- anak menunjukkan minat, kegemaran, dan berpartisipasi dalam kegiatan pramembaca dan pramenulis;
- anak memiliki kemampuan menyatakan hubungan antar bilangan dengan berbagai cara (kesadaran bilangan), mengidentifikasi pola, mengenali bentuk dan karakteristik benda di sekitar yang dapat dibandingkan dan diukur, mengklasifikasi objek, dan kesadaran mengenai waktu melalui proses eksplorasi dan pengalaman langsung dengan benda-benda konkret di lingkungan;
- anak mampu menyebutkan alasan, pilihan atau keputusannya, mampu memecahkan masalah sederhana, serta mengetahui hubungan sebab akibat dari suatu kondisi atau situasi yang dipengaruhi oleh hukum alam;
- anak menunjukkan rasa ingin tahu melalui observasi, eksplorasi, dan eksperimen dengan menggunakan lingkungan sekitar dan media sebagai sumber belajar untuk mendapatkan gagasan mengenai fenomena alam dan sosial;
- anak menunjukkan kemampuan awal menggunakan dan merekayasa teknologi serta untuk mencari informasi, gagasan, dan keterampilan
- anak mengeksplorasi berbagai proses seni, mengekspresikannya, serta mengapresiasi karya seni.