Tentang Capaian Pembelajaran
Capaian Pembelajaran (CP) merupakan kompetensi pembelajaran yang harus dicapai peserta didik pada setiap fase. Untuk PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA), CP menjadi acuan untuk pembelajaran intrakurikuler. Sementara itu, kegiatan projek penguatan profil pelajar Pancasila tidak perlu merujuk pada CP, namun dapat langsung mengacu pada dimensi-dimensi profil pelajar Pancasila yang diatur dalam Keputusan Kepala BSKAP tentang Dimensi, Elemen, dan Subelemen Profil Pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka. Dengan demikian, CP digunakan untuk intrakurikuler, sementara dimensi profil pelajar Pancasila untuk projek penguatan profil pelajar Pancasila.
Sebagai acuan untuk pembelajaran intrakurikuler, CP dirancang dan ditetapkan dengan berpijak pada Standar Nasional Pendidikan terutama STPPA dan Standar Isi. Oleh karena itu, pendidik yang merancang pembelajaran dan asesmen PAUD (TK/ RA/BA, KB, SPS, TPA) tidak perlu lagi merujuk pada dokumen STPPA dan standar isi, cukup mengacu pada CP. Untuk Pendidikan dasar dan menengah, CP disusun untuk setiap mata pelajaran. Bagi peserta didik berkebutuhan khusus dengan hambatan intelektual dapat menggunakan CP pendidikan khusus. Peserta didik PAUD berkebutuhan khusus tanpa hambatan intelektual dapat menggunakan CP reguler ini, namun dengan menerapkan prinsip modifikasi kurikulum dan pembelajaran.
Pemerintah menetapkan Capaian Pembelajaran (CP) sebagai kompetensi yang ditargetkan. Namun demikian, sebagai kebijakan tentang target pembelajaran yang perlu dicapai setiap peserta didik, CP tidak cukup konkret untuk memandu kegiatan pembelajaran sehari-hari. Oleh karena itu, pengembang kurikulum operasional ataupun pendidik perlu menyusun dokumen yang lebih operasional yang dapat memandu proses pembelajaran intrakurikuler, yang dikenal dengan istilah alur tujuan pembelajaran. Pengembangan alur tujuan pembelajaran dijelaskan lebih terperinci dalam Panduan Pembelajaran dan Asesmen.
Memahami CP adalah langkah pertama dalam perencanaan pembelajaran dan asesmen (lihat Gambar 1 yang diambil dari Panduan Pembelajaran dan Asesmen). Untuk dapat merancang pembelajaran dan asesmen PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) dengan baik, CP Fase Fondasi perlu dipahami secara utuh, termasuk keterkaitan Fase Fondasi dengan Fase di atasnya, serta tujuan dan karakteristik dari PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) yang perlu tercermin di dalam proses pembelajaran. PAUD adalah pijakan pertama anak di dunia pendidikan dan titik awal perjalanannya dalam berkembang dan berperan di komunitas, negara, dan dunia. Sebagai pijakan pertama, pengalaman anak di PAUD sangatlah penting. Apabila pengalaman belajar yang mereka alami di PAUD menyenangkan dan bermakna, maka akan terbangun rasa positif terhadap belajar yang menjadi bekal mereka dalam melanjutkan jenjang pendidikan berikutnya. Kualitas layanan yang diterimanya juga menentukan apakah pengalaman tersebut berhasil mengoptimalkan tumbuh kembang anak usia dini yang merupakan kesempatan yang tak dapat kembali.
Dokumen ini dirancang untuk membantu pendidik pengampu PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) memahami CP ini. Untuk itu, dokumen ini dilengkapi dengan beberapa penjelasan dan panduan untuk berpikir reflektif setelah membaca setiap bagian dari CP PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA).
Rasional Capaian Pembelajaran PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA)
Penyusunan Capaian Pembelajaran di Pendidikan Anak Usia Dini (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) dapat dimaknai sebagai sebuah tanggapan terhadap adanya kebutuhan untuk menguatkan peran PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) sebagai fondasi jenjang pendidikan dasar. Capaian Pembelajaran merupakan masukan kurikulum yang digunakan oleh satuan PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) dalam merancang pembelajaran sehingga dapat mencapai STPPA. Capaian Pembelajaran memberikan kerangka pembelajaran yang memandu pendidik di satuan PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) dalam memberikan stimulasi yang dibutuhkan oleh anak usia dini. Stimulasi dirancang dengan cara memperkaya lingkungan yang akan menyuburkan interaksi anak dengan lingkungan di sekitar, termasuk pendidik dan orangtua. Kurikulum berdasarkan pendekatan konstruktivistik yang berasal dari teori Piaget dan Vygotsky juga percaya bahwa pembelajaran perlu melibatkan anak dalam interaksi aktif antara diri dan lingkungannya. Diharapkan proses stimulasi akan memberikan dampak yang optimal pada peningkatan karakter, keterampilan, maupun pengetahuan anak. Stimulasi tersebut dilakukan pada semua aspek perkembangan anak, baik dari aspek moral dan agama, fisik motorik, emosi dan sosial, bahasa, dan kognitif melalui kegiatan bermain. Peran guru dan orang tua pada stimulasi anak usia dini selaras dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yaitu guru dan orang tua berfungsi sebagai fasilitator, mentor, dan mitra anak dalam proses perkembangannya. Selanjutnya guru perlu bekerja sama dengan orang tua untuk memastikan keselarasan antara pendidikan di satuan PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) dan di rumah dalam keseharian anak. Secara umum, dapat dikatakan stimulasi bertujuan agar anak bertumbuh kembang optimal secara holistik dan siap bersekolah. Diharapkan mereka kelak membentuk pribadi yang dicita-citakan dalam profil pelajar Pancasila, yaitu sebagai pelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Proses membangun pengetahuan anak terjadi ketika ia sedang bermain dan berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif. Proses tersebut berupa desain lingkungan belajar yang sesuai dari satuan PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) serta tantangan dan dukungan yang diberikan bagi tiap anak oleh pendidik untuk memastikan anak memperoleh kemampuan-kemampuan baru.
Bermain bagi anak usia dini adalah belajar, yang didukung dengan masukan dari orang lain yang lebih berpengalaman di sekitarnya (pendidik, orang tua/wali, saudara yang lebih tua, dan sebagainya). Anak bertindak dari perilaku bermain dan model yang dicontohkan oleh orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua.
Mereka mengajukan pertanyaan untuk belajar lebih banyak, dan dapat dirangsang untuk belajar lebih banyak melalui dukungan dari orang dewasa yang terlibat, atau anak-anak yang lebih tua yang menanggapi minat anak, menjelaskan berbagai hal, mengajari mereka kata-kata untuk berbicara tentang apa yang mereka lakukan,
dan mendorong anak untuk mengeksplorasi lebih cermat, atau berpikir lebih dalam. Bermain secara alami dan spontan yang berasal dari ide-ide anak merupakan kegiatan belajar yang menyenangkan yang dengan dukungan yang tepat, akan mengarah pada pembelajaran yang lebih dalam dan bermakna bagi anak tentang diri mereka dan dunianya. Melalui bermain, anak-anak menampilkan hal-hal yang ia ketahui tentang dunianya yang memberikan kesempatan yang tepat bagi pendidik atau orang tua/wali, untuk menstimulasi anak mengambil langkah berikutnya,
atau mencoba tantangan berikutnya agar mereka belajar lebih banyak. Stimulasi bermain yang berkualitas, yang selaras dengan minat anak dan menantang secara tepat akan memberikan kesempatan kepada anak untuk menunjukkan pengenalan tentang dirinya sebagai anak Indonesia, dan mendemonstrasikan kemampuannya dalam mengeksplorasi, memecahkan masalah, berpikir dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. Anak tersebut akan memiliki kesadaran terhadap alam dan lingkungan, serta tumbuh dan berkembang menjadi anak yang kreatif, bugar, sehat, serta dapat berkomunikasi dan berekspresi dengan bahasa dan seni.
Berikut adalah sejumlah rasional yang mendasari penyusunan Capaian Pembelajaran di jenjang PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA):
Pertama, memberikan lebih banyak ruang kemerdekaan bagi satuan PAUD (TK/RA/ BA, KB, SPS, TPA) untuk menetapkan kebutuhan pengajaran dan pembelajaran. Kebutuhan belajar mengajar PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) harus didasarkan pada kebutuhan anak. Ini membutuhkan pertimbangan kemampuan fisik, sosial, moral, linguistik, dan kognitif anak serta penyediaan berbagai lingkungan yang menantang dengan dukungan pendidik ke tiap anak yang memadai untuk memastikan potensi belajar anak terwujud. Lingkungan PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) perlu ramah dan dekat dengan anak agar ia merasa cukup percaya diri untuk dapat bermain dan menjelajah di dalamnya. Ini berarti pertimbangan harus diberikan pada konteks sosial dan budaya anak dan sumber daya yang tersedia. Orang tua/wali juga harus dilibatkan dalam kegiatan PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA), sehingga mereka dapat mendukung pembelajaran anak tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka serta anak dapat memperluas eksplorasi. Pertimbangan juga harus diberikan pada sumber daya ekonomi dan masyarakat yang mungkin tersedia di lingkungan rumah dan satuan PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) untuk dapat memberikan dukungan yang memadai.
Beragamnya keadaan sosial budaya ekonomi dan sumber daya masyarakat Indonesia adalah sinyal bahwa penjabaran mengenai apa yang perlu dipelajari di satuan PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) harus tetap menyediakan ruang kemerdekaan bagi satuan pendidikan dan ekosistemnya untuk menentukan bagaimana mereka akan menggunakan sumber dayanya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Capaian Pembelajaran PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) merupakan fase fondasi, yang artinya fase ini merupakan pijakan pertama anak di dunia pendidikan dan tujuannya adalah memfasilitasi tumbuh kembang anak secara optimal, yang tidak hanya siap bersekolah, namun lebih siap menempuh perjalanannya dalam berkembang dan berperan di komunitas, negara, dan dunia. Selaras dengan semangat Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak, Capaian Pembelajaran tidak preskriptif (secara mengikat memberikan ketentuan baku) membatasi ragam laju dan kebutuhan anak dalam belajar berdasarkan usia (karena anak unik dan tidak dapat dibandingkan satu dengan yang lainnya) – dan juga tidak preskriptif membatasi rangkaian pembelajaran yang dapat dilakukan satuan.
Kedua, menguatkan transisi PAUD-SD. Kesinambungan pembelajaran di PAUD dan sekolah dasar, adalah peran kunci mengingat periode anak usia dini sebetulnya adalah usia 0-8 tahun (Shonkoff et al, 2016). Capaian Pembelajaran Jenjang PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) berupaya untuk menempatkan kurikulum PAUD (TK/ RA/BA, KB, SPS, TPA) dan sekolah dasar dalam satu lajur pembelajaran (learning progression) sehingga ujung capaian kurikulum adalah titik berangkat di kelas 1 sekolah dasar, dan terus dibangun hingga usainya fase A, di kelas 2 sekolah dasar. Hal ini yang diharapkan akan mendukung kesiapan bersekolah anak dalam rentang usia tersebut.
Kesiapan bersekolah dimaknai sebagai hadirnya hasil interaksi dari tiga dimensi: peserta didik yang siap (ready children), keluarga siap (ready family), dan sekolah yang siap (ready school) (UNICEF, 2012). Sesuai dengan teori Bronfenbrenner (1979 dan 1989), ketiga dimensi ini berada dalam sebuah ekosistem besar yang dipengaruhi oleh nilai budaya serta kerangka kebijakan yang berlaku. Kesiapan bersekolah merupakan kondisi yang terus dibangun berdasarkan kemitraan antara satuan PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA), keluarga, sekolah dasar kelas rendah.
Komponen penting dari kesiapan bersekolah yang dapat didukung satuan PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) diantaranya adalah:
- Kematangan emosi yang cukup untuk mengatasi masalahnya sehari-hari.
- Keterampilan sosial yang memadai untuk berinteraksi sehat dengan teman sebaya.
- Kematangan kognitif yang cukup untuk berkonsentrasi saat bermain-belajar.
- Pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri yang memadai untuk dapat berpartisipasi di lingkungan sekolah secara mandiri.
Keterampilan umum ini dipelajari di lingkungan dimana anak-anak memiliki kesempatan untuk berinteraksi, dimana ada masalah-masalah yang perlu mereka selesaikan ketika berinteraksi dengan teman. Pendidik juga perlu siap mendukung anak-anak untuk terlibat secara baik dengan orang lain, menyelesaikan perselisihan secara konstruktif, dan mengelola emosi mereka. Pendidik juga perlu mengajari anak cara mendengarkan dengan cermat, dan memberikan stimulus untuk membangun konsentrasi dan keterampilan mengingat anak untuk mendukung kesiapan bersekolah.
Ketiga, menguatkan artikulasi penanaman literasi, matematika, sains, teknologi, rekayasa, dan seni sejak di PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA). Literasi dan matematika awal tersirat di dalam kurikulum terdahulu namun dalam pelaksanaannya, masih ada satuan yang menghindari penggunaan aspek pembelajaran ini ditengarai karena kekhawatiran terjadinya schoolification (anak belajar secara klasikal di mana fokus lebih ke muatan pembelajaran di ruangan kelas dalam waktu lama dengan kertas dan pensil), sementara penting dalam pembelajarannya anak usia dini untuk mengeksplorasi diri dan lingkungan. Pengenalan pada sains, matematika, teknologi, rekayasa, dan seni dihadirkan di PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) untuk membantu anak memecahkan masalah dan berkreasi. Kemampuan literasi dan matematika di sini tidaklah diartikan sebagai keharusan membaca, menulis, atau berhitung karena semua pendidikan di PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) kembali pada prinsip berpusat pada kebutuhan anak. Artinya, kemampuan literasi dan matematika adalah kemampuan dasar yang dibutuhkan anak untuk dapat memahami dunia, serta dapat menggunakan kemampuan tersebut dalam kegiatan sehari-harinya. Agar anak memiliki kemampuan literasi dan matematika awal dalam makna yang luas, maka penggunaan metode drilling yang secara sempit memaknai kemampuan ini sebagai kemampuan baca, tulis, hitung – harus dihindarkan. Hal yang diperlukan adalah pemahaman yang meluas di satuan PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) dan komunitas orang tua mengenai perkembangan literasi dini, matematika awal, sains, teknologi, rekayasa, dan seni dalam PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) yang mencakup pengembangan:
- Kemampuan menyimak dan mengolah informasi.
- Kemahiran berbahasa yang memadai untuk berpartisipasi dalam percakapan sehari-hari, mengekspresikan gagasan, pendapat, dan perasaan, menjelaskan berbagai peristiwa yang dekat dengan kehidupan anak, mendengarkan secara efektif, dan merespons dengan tepat.
- Kecintaan pada buku, yang dipupuk dengan mendengarkan berbagai cerita serta teks informasi sederhana dan menarik sehingga dapat mendorong anak untuk mengekspresikan tanggapan mereka.
- Pengalaman langsung yang memadai dalam menghitung di antaranya berbagai jenis jumlah kecil, menyortir objek yang berbeda dengan cara yang berbeda, menggunakan bahasa matematika untuk mengidentifikasi objek yang panjang, pendek, berat, ringan, penuh, kosong, cepat, lambat, dan juga untuk menjelaskan beberapa bentuk sederhana di lingkungan mereka; dan
- Pengalaman yang cukup dalam mengeksplorasi berbagai elemen lingkungan alam mereka serta alat-alat sederhana, teknologi dan bahan konstruksi agar mereka terbiasa dan mampu menggambarkan pengalaman mereka dan apa yang telah mereka pelajari.
Keterampilan awal ini dikembangkan melalui kegiatan belajar-bermain dengan tetap memperhatikan keunikan anak. Setiap anak memiliki minat yang berbeda dan tingkat keterampilan yang berbeda, oleh karena itu pendidik perlu mengenali dan menanggapi hal ini. Keterampilan keaksaraan awal PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) harus fokus pada pengembangan keterampilan bahasa lisan. Anak perlu meningkatkan perbendaharaan kata dan keterampilan berbicara serta menyimak, dengan cara terlibat dalam percakapan dengan pendidik dan orang tua/wali. Percakapan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas bahasa lisan reseptif dan ekspresif anak.
Demikian pula, untuk mengembangkan keterampilan matematika awal, pendidik perlu terlibat dalam percakapan dengan setiap anak di mana mereka membantu anak untuk memahami dan menggunakan beberapa ide dan bahasa matematika sederhana yang berlaku dalam kegiatan bermain. Pengalaman sains, teknologi, dan kerekayasaan yang sesuai untuk anak-anak di PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) memerlukan penyediaan materi untuk dimainkan anak agar dapat merangsang eksplorasi mereka. Setiap elemen lingkungan alam yang menjadi bagian dari PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) dapat menjadi stimulus untuk mendorong anak berpikir secara ilmiah. Perangkat mekanis sederhana yang dapat digunakan anak untuk bermain dengan aman, atau bahan yang dapat digunakan untuk konstruksi memungkinkan anak untuk mengeksplorasi elemen teknologi dan kerekayasaan. Peran pendidik, sekali lagi, untuk terlibat dalam percakapan empat mata dengan setiap anak, setiap hari mencari tahu apa yang sedang dieksplorasi oleh anak, apa yang membuat mereka penasaran dan menanyakan jenis pertanyaan yang akan mendorong anak untuk mengeksplorasi lebih banyak dan memikirkan tentang hasilnya.
Keempat, lebih memberikan pijakan bagi anak untuk memahami dirinya dan dunia. Hasil pembelajaran di PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) menekankan pentingnya untuk membantu anak-anak memahami dan bangga akan identitas mereka, dan untuk memperkuat pemahaman mereka tentang dunia dimulai dengan menjelajahi lingkungan sekitarnya. Anak-anak membutuhkan kepercayaan diri dan kepercayaan pada kemampuan mereka agar dapat secara efektif menjelajahi dan belajar tentang dunia mereka. Mereka perlu merasa bangga terhadap dirinya sendiri, budaya asal mereka, penampilan dan cara hidup mereka. Pendidik perlu mendukung anak-anak untuk mengembangkan identitas yang kuat dan positif dengan menghormati dan menyambut masing-masing keunikan anak serta latar belakang sosial dan budaya mereka.
Relevansi PAUD sangat ditentukan oleh manfaat yang dirasakan secara konkret oleh keluarga dan anak. Keluarga perlu melihat jejak serta dampak dari partisipasi anak-anaknya di PAUD (Smith, 1996), karenanya tujuan dari setiap pembelajaran perlu dikaitkan dengan pengalaman anak sehari-hari dan kontekstual (selaras dengan nilai sosial budaya lingkungan) sehingga menumbuhkan kesadaran bahwa dirinya adalah bagian dari lingkungannya serta meningkatkan kompetensi dirinya untuk dapat berperan dalam kegiatan sehari-hari. Capaian Pembelajaran PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA) secara spesifik menekankan pentingnya pendampingan anak dalam menemukan jati dirinya, serta menguatkan pemahaman anak terhadap dunianya melalui eksplorasi terhadap lingkungan sekitar.
Tujuan Capaian Pembelajaran PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA)
Karakteristik Pembelajaran PAUD (TK/RA/BA, KB, SPS, TPA)
- Mendukung terbentuknya kesejahteraan diri (well-being) anak.
- Menghargai dan menghormati anak.
- Mendorong rasa ingin tahu anak.
- Menyesuaikan dengan usia, tahap perkembangan, minat dan kebutuhan anak.
- Memberikan stimulasi secara holistik integratif.
- Memberikan tantangan, bimbingan, dan dukungan pada pembelajaran tiap anak melalui percakapan dan interaksi bermakna dengan tiap anak.
- Melibatkan keluarga sebagai mitra.
- Memanfaatkan lingkungan dan teknologi sebagai sumber belajar.