Di suatu wilayah terdapat Kadipaten Paranggaruda yang memiliki tujuan mengawinkan putra tunggalnya, R. Jaseri, yang juga dikenal sebagai Menak Jasari, dengan putri Adipati Carangsoko, Dewi Ruyung Wulan. Menak Jasari adalah seorang pemuda yang fisiknya cacat dan berwajah jelek, yang membuat Dewi Ruyung Wulan enggan menerima perjodohan tersebut. Namun, atas paksaan orang tua, Dewi Ruyung Wulan terpaksa menyetujuinya.
Pada saat pesta pernikahan berlangsung, Dewi Ruyung Wulan yang sedang sedih mengajukan permintaan untuk menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit yang dipimpin oleh dalang Ki Soponyono, yang terkenal akan kemampuannya dalam membawakan cerita Mahabarata dan Ramayana. Permintaan ini sebenarnya merupakan taktik Dewi Ruyung Wulan untuk memperlambat pernikahan dan mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap Menak Jasari. Dia ingin semua orang tahu tentang kesedihannya.
Dalang Saponyono bingung dengan permintaan ini karena tidak biasa membawakan cerita wayang yang berakhir sedih dalam pesta pernikahan. Namun, dia harus memenuhi permintaan Dewi Ruyung Wulan agar pernikahan dapat digagalkan. Saat pertunjukan berlangsung, terjadi keributan yang dipicu oleh Dewi Ruyung Wulan, yang akhirnya melarikan diri dengan dalang Soponyono, menyebabkan kegelapan di sekitar mereka.
Dalam keadaan gelap, mereka berhasil melarikan diri dan bersembunyi di Dukuh Bantengan (Trangkil) di wilayah Panewon Majasemi. Namun, mereka kehausan dan kelaparan karena musim kemarau yang panjang. Mereka mencuri semangka dan mentimun dari sawah, tanpa menyadari bahwa mereka diamati oleh pemilik sawah, Raden Kembangjoyo. Mereka ditangkap, tetapi setelah mendengar penjelasan mereka, Penewu Sukmayono merasa kasihan dan menampung serta melindungi mereka.
Namun, situasi semakin rumit ketika Yuyu Rumpung, pembesar dari Kemaguhan, ingin mengambil dua pusaka milik Sukmoyono. Terjadilah pertempuran, tetapi dengan kekuatan Kembang Joyo, mereka berhasil mengusir pasukan Paranggarudo. Sebagai ucapan terima kasih, Dewi Ruyung Wulan diberikan kepada Raden Kembang Joyo untuk dijadikan istrinya. Kemudian, Raden Kembangjoyo menjadi pemimpin Kadipaten Pati setelah menyatukan tiga kadipaten yang bertikai: Paranggarudo, Carangsoko, dan Majasemi.
Untuk memantapkan kekuasaannya, Kembang Joyo dan Soponyono memutuskan untuk membabat hutan Kemiri dan mendirikan pusat pemerintahan baru di sana. Mereka berhasil mengatasi berbagai rintangan, termasuk pertempuran dengan kerajaan siluman yang mendiami hutan tersebut. Akhirnya, mereka berhasil membuka hutan Kemiri menjadi perkampungan baru yang disebut Kadipaten Pati-Pesantenan. Di bawah kepemimpinan Kembang Joyo, kadipaten ini menjadi makmur dan stabil. source